Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ekstradisi Buronan Paulus Tannos, Menkum: Pemerintah Lengkapi Dokumen Tambahan



Gregorius Ronald Tannur, putra dari mantan anggota DPR RI Edward Tannur, saat ini sedang menjalani hukuman penjara selama 5 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya (Rutan Medaeng). Hukuman ini dijatuhkan setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas yang sebelumnya diberikan oleh Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.

Kronologi Kasus

  • 24 Juli 2024: Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan Ronald Tannur tidak bersalah dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti, dan membebaskannya dari segala dakwaan .​

  • 22 Oktober 2024: Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas penganiayaan berat yang menyebabkan kematian.

  • 27 Oktober 2024: Ronald Tannur ditangkap di kediamannya di Surabaya oleh tim gabungan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Surabaya, dan langsung dibawa ke Rutan Medaeng untuk menjalani hukuman.

Dugaan Suap dan Proses Hukum Lanjutan

Kasus ini berkembang menjadi skandal hukum setelah terungkap adanya dugaan suap dalam proses vonis bebas sebelumnya. Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald—Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo—ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari pengacara Ronald, Lisa Rahmat. Selain itu, mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, juga ditangkap karena diduga terlibat dalam upaya mempengaruhi putusan MA dengan imbalan uang sebesar Rp 1 miliar.​

Ibu Ronald, Meirizka Widjaja, turut ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berperan dalam mengatur dan menyiapkan dana untuk suap kepada para hakim demi membebaskan anaknya.​

Perkembangan Terbaru

Hingga April 2025, proses hukum terhadap para pihak yang diduga terlibat dalam skandal suap ini masih berlangsung. Sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur dijadwalkan pada 15 April 2025, namun mengalami penundaan.​

Sementara itu, Ronald Tannur tetap menjalani masa hukuman di Rutan Medaeng, dan belum ada informasi terbaru mengenai upaya hukum lanjutan seperti peninjauan kembali (PK) atau grasi.​

Pemerintah Indonesia tengah mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi proyek e-KTP yang saat ini ditahan di Singapura. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa otoritas Singapura telah meminta dokumen tambahan untuk melengkapi proses ekstradisi tersebut. Dokumen ini dijadwalkan akan dikirim sebelum 30 April 2025.​

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Widodo, menjelaskan bahwa permintaan dokumen tambahan berasal dari Kamar Jaksa Agung (AGC) Singapura. Dokumen tersebut berkaitan dengan bukti-bukti yang mendukung kasus Paulus Tannos di Indonesia, termasuk afidavit dan alat bukti lainnya.​

Sidang kelayakan ekstradisi Paulus Tannos dijadwalkan berlangsung pada Juni 2025 di Singapura. Pemerintah Indonesia berharap proses ekstradisi dapat berjalan lancar, mengingat adanya perjanjian bantuan hukum timbal balik (MLA) antara kedua negara.​

Paulus Tannos, yang juga dikenal sebagai Tjhin Thian Po, merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura dan telah menjadi buronan sejak 2021. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019 atas keterlibatannya dalam kasus korupsi pengadaan.​